Literasi di Era Digital
-
Dalam beberapa tahun terakhir, cara kita berinteraksi dengan teks telah berubah drastis.
Dahulu, membaca berarti membuka halaman buku atau surat kabar. Kini, cukup dengan menggulir layar ponsel, kita bisa membaca materi, berita, opini, hingga cerita dalam hitungan detik.
Sebagai pendidik, kita tentu menyadari bahwa teknologi tidak hanya mengubah cara kita mengakses informasi, tetapi juga cara kita berpikir, memahami, dan menumbuhkan budaya literasi.
Namun, di tengah derasnya arus informasi digital, muncul pertanyaan penting:Apakah kemampuan literasi generasi sekarang meningkat karena aksesnya yang luas?
Atau justru menurun karena informasi datang terlalu cepat untuk benar-benar dicerna?Mari kita refleksikan bersama : Bagaimana teknologi dari media sosial hingga e-book telah membentuk ulang cara kita membaca, menulis, dan berpikir?
Berikan pendapat Sahabat Pendidik di kolom komentar.
-
@rose10 berkata di Literasi di Era Digital:
Dalam beberapa tahun terakhir, cara kita berinteraksi dengan teks telah berubah drastis.
Dahulu, membaca berarti membuka halaman buku atau surat kabar. Kini, cukup dengan menggulir layar ponsel, kita bisa membaca materi, berita, opini, hingga cerita dalam hitungan detik.
Sebagai pendidik, kita tentu menyadari bahwa teknologi tidak hanya mengubah cara kita mengakses informasi, tetapi juga cara kita berpikir, memahami, dan menumbuhkan budaya literasi.
Namun, di tengah derasnya arus informasi digital, muncul pertanyaan penting:Apakah kemampuan literasi generasi sekarang meningkat karena aksesnya yang luas?
Atau justru menurun karena informasi datang terlalu cepat untuk benar-benar dicerna?Mari kita refleksikan bersama : Bagaimana teknologi dari media sosial hingga e-book telah membentuk ulang cara kita membaca, menulis, dan berpikir?
Berikan pendapat Sahabat Pendidik di kolom komentar.
Kalau saya lihat, generasi sekarang itu โbanyak membacaโ, tapi seringnya cepat dan lompat-lompat. Scroll dulu, paham belakangan

Teknologi memang memudahkan, tapi kadang bikin kita kehilangan momen untuk merenung atas apa yang dibaca. Jadi, literasi digital sepertinya butuh penyaring, bukan sekadar layar. -
@rose10 berkata di Literasi di Era Digital:
Dalam beberapa tahun terakhir, cara kita berinteraksi dengan teks telah berubah drastis.
Dahulu, membaca berarti membuka halaman buku atau surat kabar. Kini, cukup dengan menggulir layar ponsel, kita bisa membaca materi, berita, opini, hingga cerita dalam hitungan detik.
Sebagai pendidik, kita tentu menyadari bahwa teknologi tidak hanya mengubah cara kita mengakses informasi, tetapi juga cara kita berpikir, memahami, dan menumbuhkan budaya literasi.
Namun, di tengah derasnya arus informasi digital, muncul pertanyaan penting:Apakah kemampuan literasi generasi sekarang meningkat karena aksesnya yang luas?
Atau justru menurun karena informasi datang terlalu cepat untuk benar-benar dicerna?Mari kita refleksikan bersama : Bagaimana teknologi dari media sosial hingga e-book telah membentuk ulang cara kita membaca, menulis, dan berpikir?
Berikan pendapat Sahabat Pendidik di kolom komentar.
Terima kasih atas sudut pandangnya, Ibu

Betul, sekarang banyak yang membaca cepat, tapi belum tentu โberhenti untuk memahamiโ. Ini jadi tantangan baru dalam literasi digital.Saya penasaran dengan pengalaman Sahabat Pendidik lain:
Apakah fenomena โscroll tanpa refleksiโ juga terlihat di lingkungan Sahabat Pendidik lainnya?
Menurut Sahabat Pendidik, apa yang paling dibutuhkan saat ini lebih banyak akses, atau lebih banyak pendampingan dalam memahami isi bacaan?
Dan kalau boleh berbagi, strategi apa yang selama ini berhasil membantu peserta didik/anak menjadi pembaca yang lebih reflektif?Silakan dilanjutkan, menarik sekali sudut pandang ini.

-
@AwanPutih
Betul sekali, pengamatan yang sangat tajam!
Generasi sekarang memang punya akses informasi yang luar biasa luas. Tantangannya justru ada pada kedalaman dalam memahami. Kebiasaan โscroll dulu, paham belakanganโ menunjukkan bahwa literasi digital tidak hanya soal membaca cepat, tetapi juga berpikir kritis dan reflektif terhadap informasi yang kita konsumsi.Saya sependapat dengan yang @AwanPutih bilang, penyaring menjadi kunci. Bukan sekadar teknologi penyaring otomatis, melainkan juga penyaring dalam diri: kemampuan memilah informasi, memahami konteks, dan menimbang makna. Dengan begitu, teknologi tidak lagi sekadar mempercepat proses baca, tapi juga memperkaya cara kita berpikir.

Menurut @AwanPutih dan Sahabat Pendidik lainnya, bagaimana cara menumbuhkan kebiasaan membaca yang lebih reflektif di tengah derasnya arus informasi digital pada diri peserta didik?โ
-
@rose10 berkata di Literasi di Era Digital:
Apakah kemampuan literasi generasi sekarang meningkat karena aksesnya yang luas?
Dari sisi positif, berkembangnya teknologi digital dapat meningkatkan kemampuan literasi generasi sekarang.
Hal penting yang harus diupayakan adalah memanfaatkan teknologi digital secara terpadu dan komprehensif untuk meningkatkan sikap/karakter (afektif), pengetahuan/wawasan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik) generasi muda sekarang. -
@rose10 berkata di Literasi di Era Digital:
Betul sekali, pengamatan yang sangat tajam!
Generasi sekarang memang punya akses informasi yang luar biasa luas. Tantangannya justru ada pada kedalaman dalam memahami. Kebiasaan โscroll dulu, paham belakanganโ menunjukkan bahwa literasi digital tidak hanya soal membaca cepat, tetapi juga berpikir kritis dan reflektif terhadap informasi yang kita konsumsi.Saya sependapat dengan yang @AwanPutih bilang, penyaring menjadi kunci. Bukan sekadar teknologi penyaring otomatis, melainkan juga penyaring dalam diri: kemampuan memilah informasi, memahami konteks, dan menimbang makna. Dengan begitu, teknologi tidak lagi sekadar mempercepat proses baca, tapi juga memperkaya cara kita berpikir.
Menurut @AwanPutih dan Sahabat Pendidik lainnya, bagaimana cara menumbuhkan kebiasaan membaca yang lebih reflektif di tengah derasnya arus informasi digital pada diri peserta didik?โ
Terima kasih Ibu @rose10 responnya sangat bernas

Pertanyaan penutup Ibu juga sangat menarik: bagaimana menumbuhkan kebiasaan membaca yang lebih reflektif?Agar diskusinya semakin kaya, saya ingin mengajak Sahabat Pendidik berbagi lebih konkret:
Apakah ada kebiasaan atau teknik tertentu yang sudah diterapkan di kelas/sekolah untuk mendorong anak berhenti sejenak sebelum berpindah bacaan?
Misalnya jurnal refleksi singkat, pertanyaan pemantik setelah membaca, atau diskusi kecil sebelum menyimpulkan?Kami penasaran juga:
Apakah refleksi perlu diajarkan sebagai keterampilan, atau cukup dibiasakan melalui suasana belajar yang mendukung?Silakan teman-teman pendidik berbagi contoh praktik baik, cara sederhana, atau pengalaman lapangan. Diskusi seperti ini justru membantu kita menemukan strategi yang bisa diterapkan di berbagai sekolah dan konteks.
-
@BasokE berkata di Literasi di Era Digital:
Dari sisi positif, berkembangnya teknologi digital dapat meningkatkan kemampuan literasi generasi sekarang.
Hal penting yang harus diupayakan adalah memanfaatkan teknologi digital secara terpadu dan komprehensif untuk meningkatkan sikap/karakter (afektif), pengetahuan/wawasan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik) generasi muda sekarang.Setuju sekali dengan pandangan tersebut @BasokE
Akses yang luas melalui teknologi digital memang membuka peluang besar bagi peningkatan kemampuan literasi. Generasi sekarang bisa belajar dari berbagai sumber, lintas batas waktu dan tempat. Namun, akses tidak otomatis berarti pemahaman mendalam. Di sinilah peran pendidikan menjadi sangat penting.
Sahabat Pendidik dan satuan pendidikan perlu membantu peserta didik mengintegrasikan tiga aspek utama literasi digital:
Kognitif : memahami dan mengolah informasi dengan kritis,
Psikomotorik : mempraktikkan keterampilan digital secara kreatif dan produktif,
Afektif : membangun etika, tanggung jawab, dan empati dalam berinteraksi di dunia digital.
Dengan pendekatan terpadu ini, teknologi tidak hanya menjadi alat baca, tetapi juga sarana pembentuk karakter dan budaya literasi yang berkelanjutan.
-
@BasokE berkata di Literasi di Era Digital:
Dari sisi positif, berkembangnya teknologi digital dapat meningkatkan kemampuan literasi generasi sekarang.
Hal penting yang harus diupayakan adalah memanfaatkan teknologi digital secara terpadu dan komprehensif untuk meningkatkan sikap/karakter (afektif), pengetahuan/wawasan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik) generasi muda sekarang.Saya setuju dengan pandangan ini, Pak @BasokE. Teknologi memang bisa jadi peluang besar untuk meningkatkan literasi, selama pemanfaatannya tidak hanya sebatas konsumsi informasi, tetapi juga pembentukan sikap dan keterampilan.
Menurut saya, tantangan terbesarnya justru ada pada โbagaimana cara menggunakan teknologi dengan bijakโ, bukan sekadar sering mengaksesnya. Karena literasi yang utuh memang menyentuh 3 aspek seperti yang Bapak/Ibu sebutkan: afektif, kognitif, dan psikomotorik.
Menarik juga kalau dipikirkan lebih jauh:
bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari?
Misalnya, bagaimana teknologi bisa membantu anak membangun karakter (afektif), bukan hanya kemampuan akademik?Menurut saya ini hal yang penting untuk terus didiskusikan

-
@BasokE berkata di Literasi di Era Digital:
@rose10 berkata di Literasi di Era Digital:
Apakah kemampuan literasi generasi sekarang meningkat karena aksesnya yang luas?
Dari sisi positif, berkembangnya teknologi digital dapat meningkatkan kemampuan literasi generasi sekarang.
Hal penting yang harus diupayakan adalah memanfaatkan teknologi digital secara terpadu dan komprehensif untuk meningkatkan sikap/karakter (afektif), pengetahuan/wawasan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik) generasi muda sekarang.Terima kasih atas pandangannya Pak @BasokE

Benar sekali, jika dimanfaatkan dengan tepat, teknologi digital memang bisa menjadi sarana peningkatan literasi secara menyeluruh: bukan hanya membaca dan menulis, tetapi juga membentuk karakter, cara berpikir, dan keterampilan nyata.Yang menarik dari pernyataan Bapak adalah penekanan pada integrasi yang komprehensif (afektif, kognitif, dan psikomotorik).
Sering kali pembelajaran digital hanya fokus pada โpengetahuanโ, padahal unsur sikap dan keterampilan justru sangat menentukan kebermaknaan belajar.Untuk memperkaya diskusi, izinkan saya menanyakan lanjutan:
Menurut Bapak, strategi apa yang paling efektif agar pemanfaatan teknologi bukan hanya bersifat akses pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter dan keterampilan?
Apakah melalui:
- pembiasaan refleksi,
- proyek berbasis masalah,
- kolaborasi digital,
- atau pendampingan literasi digital secara berkelanjutan?
Kami menunggu pengalaman dan pandangan dari Sahabat Pendidik lainnya.

-
@AwanPutih Sebagai salah satu contoh generasi zzzz disini aku menyadari bahwa informasi datang secara cepat dan terkadang kita hanya fokus pada judul yang menarik dan sering kali lupa membaca detail beritanya seperti apa. Jujurly mudah tergoreng goreng dengan berita yang ada juga huhu
-
@sippymatcha berkata di Literasi di Era Digital:
@AwanPutih Sebagai salah satu contoh generasi zzzz disini aku menyadari bahwa informasi datang secara cepat dan terkadang kita hanya fokus pada judul yang menarik dan sering kali lupa membaca detail beritanya seperti apa. Jujurly mudah tergoreng goreng dengan berita yang ada juga huhu
Hehe bener banget @sippymatcha โฆ sebagai โperwakilan generasi zzzzโ aku juga ngerasain hal yang sama

Informasi datang sekenceng roket, tapi kemampuan baca mendalam kadang masih kecepatan kura-kura

Sering juga tuh cuma lihat judulnya doang, langsung ikut panasโฆ padahal isi beritanya beda jauh sama ekspektasi. Jujurly gampang โkegorengโ wkwk ๐ซ
Menurutku justru disini tantangannya: gimana caranya tetap melek teknologi, tapi juga menjaga ketenangan sebelum auto share atau auto percaya. Pelan-pelan belajar literasi digital biar nggak jadi korban clickbait garis keras lagi

-
@AwanPutih berkata di Literasi di Era Digital:
@sippymatcha berkata di Literasi di Era Digital:
@AwanPutih Sebagai salah satu contoh generasi zzzz disini aku menyadari bahwa informasi datang secara cepat dan terkadang kita hanya fokus pada judul yang menarik dan sering kali lupa membaca detail beritanya seperti apa. Jujurly mudah tergoreng goreng dengan berita yang ada juga huhu
Hehe bener banget @sippymatcha โฆ sebagai โperwakilan generasi zzzzโ aku juga ngerasain hal yang sama

Informasi datang sekenceng roket, tapi kemampuan baca mendalam kadang masih kecepatan kura-kura

Sering juga tuh cuma lihat judulnya doang, langsung ikut panasโฆ padahal isi beritanya beda jauh sama ekspektasi. Jujurly gampang โkegorengโ wkwk ๐ซ
Menurutku justru disini tantangannya: gimana caranya tetap melek teknologi, tapi juga menjaga ketenangan sebelum auto share atau auto percaya. Pelan-pelan belajar literasi digital biar nggak jadi korban clickbait garis keras lagi

Betul, generasi Z dan yang lebih muda: gampang "kegoreng" alias jarang "baca caption"
. Saya sebagai generasi pra-Z lebih suka membaca secara konvensional alias buku fisik, bisa perlahan-lahan, bisa merasakan lekukan buku, harusnya kertas, dan menikmati alur cerita.Tapi dengan adanya teknologi ya mau tidak mau harus beradaptasi.
-
@dekisugi berkata di Literasi di Era Digital:
@AwanPutih berkata di Literasi di Era Digital:
@sippymatcha berkata di Literasi di Era Digital:
@AwanPutih Sebagai salah satu contoh generasi zzzz disini aku menyadari bahwa informasi datang secara cepat dan terkadang kita hanya fokus pada judul yang menarik dan sering kali lupa membaca detail beritanya seperti apa. Jujurly mudah tergoreng goreng dengan berita yang ada juga huhu
Hehe bener banget @sippymatcha โฆ sebagai โperwakilan generasi zzzzโ aku juga ngerasain hal yang sama

Informasi datang sekenceng roket, tapi kemampuan baca mendalam kadang masih kecepatan kura-kura

Sering juga tuh cuma lihat judulnya doang, langsung ikut panasโฆ padahal isi beritanya beda jauh sama ekspektasi. Jujurly gampang โkegorengโ wkwk ๐ซ
Menurutku justru disini tantangannya: gimana caranya tetap melek teknologi, tapi juga menjaga ketenangan sebelum auto share atau auto percaya. Pelan-pelan belajar literasi digital biar nggak jadi korban clickbait garis keras lagi

Betul, generasi Z dan yang lebih muda: gampang "kegoreng" alias jarang "baca caption"
. Saya sebagai generasi pra-Z lebih suka membaca secara konvensional alias buku fisik, bisa perlahan-lahan, bisa merasakan lekukan buku, harusnya kertas, dan menikmati alur cerita.Tapi dengan adanya teknologi ya mau tidak mau harus beradaptasi.
Wahhh ini relate banget

Generasi pra-Z: โbaca buku pelan-pelan sambil ngopi dan menikmati aromanyaโฆโ
Generasi Z: โscrollโฆ scrollโฆ scrollโฆ eh trending apa nih??โ

Tapi benar sih, pada akhirnya kita semua dipaksa โmenyatuโ dengan teknologi, mau generasi buku atau generasi scroll, tetap harus adaptasi bareng

Mungkin PR kita sekarang adalah bukan cuma cepat dapat info, tapi juga cepat menyaringnya

Biar gak gampang panas minyak goreng tiap lihat judul clickbait

Seru juga ya lihat perbedaan kebiasaan lintas generasi tapi tujuannya tetap sama: cari ilmu

-
@Admin-1 berkata di Literasi di Era Digital:
Menurut Bapak, strategi apa yang paling efektif agar pemanfaatan teknologi bukan hanya bersifat akses pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter dan keterampilan?
Menurut saya, untuk meningkatkan sikap/karakter (afektif), pengetahuan/wawasan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik) generasi muda, strateginya adalah dilakukan secara terpadu dan komprehensif serta menyeimbangkan (memproporsionalkan) aktivitas luring (offline) dan daring (online).
-
Pembahasan tentang kemampuan literasi generasi muda menghadirkan paradoks menarik di tengah kemajuan teknologi digital. Di satu sisi, generasi ini hidup di era serba cepat dengan akses informasi tanpa batas. Mereka dapat melakukan aktivitas membaca, menulis, dan berkomunikasi dengan leluasa. Di sisi lain, kebiasaan mereka membaca singkat, berpikir instan, dan terburu-buru menyimpulkan informasi membuat kemampuan literasi menjadi dangkal. Di sinilah peran sekolah menjadi penting. Tidak ada salahnya peran sekolah "di-setting" ulang, bukan sekadar sebagai tempat menimba ilmu, melainkan juga sebagai tempat untuk menempa kemampuan berliterasi, seperti mengolah, mengelola, dan meneruskan informasi digital secara kritis.
-
@AwanPutih berkata di Literasi di Era Digital:
@dekisugi berkata di Literasi di Era Digital:
@AwanPutih berkata di Literasi di Era Digital:
@sippymatcha berkata di Literasi di Era Digital:
@AwanPutih Sebagai salah satu contoh generasi zzzz disini aku menyadari bahwa informasi datang secara cepat dan terkadang kita hanya fokus pada judul yang menarik dan sering kali lupa membaca detail beritanya seperti apa. Jujurly mudah tergoreng goreng dengan berita yang ada juga huhu
Hehe bener banget @sippymatcha โฆ sebagai โperwakilan generasi zzzzโ aku juga ngerasain hal yang sama

Informasi datang sekenceng roket, tapi kemampuan baca mendalam kadang masih kecepatan kura-kura

Sering juga tuh cuma lihat judulnya doang, langsung ikut panasโฆ padahal isi beritanya beda jauh sama ekspektasi. Jujurly gampang โkegorengโ wkwk ๐ซ
Menurutku justru disini tantangannya: gimana caranya tetap melek teknologi, tapi juga menjaga ketenangan sebelum auto share atau auto percaya. Pelan-pelan belajar literasi digital biar nggak jadi korban clickbait garis keras lagi

Betul, generasi Z dan yang lebih muda: gampang "kegoreng" alias jarang "baca caption"
. Saya sebagai generasi pra-Z lebih suka membaca secara konvensional alias buku fisik, bisa perlahan-lahan, bisa merasakan lekukan buku, harusnya kertas, dan menikmati alur cerita.Tapi dengan adanya teknologi ya mau tidak mau harus beradaptasi.
Wahhh ini relate banget

Generasi pra-Z: โbaca buku pelan-pelan sambil ngopi dan menikmati aromanyaโฆโ
Generasi Z: โscrollโฆ scrollโฆ scrollโฆ eh trending apa nih??โ

Tapi benar sih, pada akhirnya kita semua dipaksa โmenyatuโ dengan teknologi, mau generasi buku atau generasi scroll, tetap harus adaptasi bareng

Mungkin PR kita sekarang adalah bukan cuma cepat dapat info, tapi juga cepat menyaringnya

Biar gak gampang panas minyak goreng tiap lihat judul clickbait

Seru juga ya lihat perbedaan kebiasaan lintas generasi tapi tujuannya tetap sama: cari ilmu

Mungkin di forum ini juga akan ada generasi pra-pra-pra Z
, yang tentunya teknologi di jamannya sangat konvensional dan berpengaruh tentunya dengan cara memahami informasi.Genarasi Z dan seterusnya saya kira punya karakter yang sebetulnya bagus yaitu "terlalu kritis". Tapi ya karakter ini harus dimanage dengan baik.
-
@mint2025 berkata di Literasi di Era Digital:
Pembahasan tentang kemampuan literasi generasi muda menghadirkan paradoks menarik di tengah kemajuan teknologi digital. Di satu sisi, generasi ini hidup di era serba cepat dengan akses informasi tanpa batas. Mereka dapat melakukan aktivitas membaca, menulis, dan berkomunikasi dengan leluasa. Di sisi lain, kebiasaan mereka membaca singkat, berpikir instan, dan terburu-buru menyimpulkan informasi membuat kemampuan literasi menjadi dangkal. Di sinilah peran sekolah menjadi penting. Tidak ada salahnya peran sekolah "di-setting" ulang, bukan sekadar sebagai tempat menimba ilmu, melainkan juga sebagai tempat untuk menempa kemampuan berliterasi, seperti mengolah, mengelola, dan meneruskan informasi digital secara kritis.
Plus di lingkungan rumah @mint2025 supaya orang tua juga membiasakan anak-anaknya untuk mampu ber-literasi dengan baik. Sehingga semua pihak memiliki peran yang sama untuk meningkatkan literasi generasi muda.
Herannya orang tua yang saat ini generasi Z terkesan menyerahkan semuanya kepada lingkungan sekolah alias kalau bahasa perancisnya, pasrah bongkok-an.

-
@mint2025 Setuju sekali dengan mimin, perlu adanya tips dan trik agar generasi ini lebih senang membaca dan tentunya juga memahami bacaan tersebut dengan gemerlapnya teknologi yang ada sekarang. Kira-Kira ada yang boleh bagi tipsnya ngga ya biar gen zzz kayak aku nii lebih suka membaca? karna sebenernya aku anaknya visual bangett

-
@dekisugi Setujuu bangett nih temen doraemon, meningkatkan literasi digital anak tidak hanya menjadi tanggungjawab guru di sekolah tapi juga tentunya orang tua juga dalam menemani dan mendampingi anak dirumah. Generasi gen zzz yang sudah jadi orang tua wajib memberikan contoh positif bagi anaknya ya xixixi
-
@dekisugi berkata di Literasi di Era Digital:
Mungkin di forum ini juga akan ada generasi pra-pra-pra Z , yang tentunya teknologi di jamannya sangat konvensional dan berpengaruh tentunya dengan cara memahami informasi.
Genarasi Z dan seterusnya saya kira punya karakter yang sebetulnya bagus yaitu "terlalu kritis". Tapi ya karakter ini harus dimanage dengan baik.
Wkwk iya bener juga @dekisugi , mungkin di forum ini bukan cuma pra-Z, tapi pra-pra-pra-Z juga hadir

yang dulu hafal jadwal TV mingguan, sekarang harus adaptasi sama scroll yang 24 jam nonstop.Kalau soal Gen Z โterlalu kritisโโฆ jujur kadang bukan niat mau kritis, tapi otaknya memang otomatis nanya:
๏ธ โKenapa harus begitu?โ
๏ธ โBisa nggak dibuat lebih simpel?โ
๏ธ โIni relevan nggak sih sama hidup gue?โ 
Jadi kesannya bawel

Padahal itu mode debugging realita aja.Tapi setuju banget, poin pentingnya bukan cuma kritikal, tapi terarah.
Kalau nggak dikelola, kritik = debat kusir
Tapi kalau terkelola, kritik = tumbuhnya pemahaman yang mendalam.Biar kata beda era, beda gaya belajar, tapi ujungnya sama:
kita semua lagi belajar gimana caranya mikir lebih dalam tanpa tenggelam sama formalitas

Karena jujur ajaโฆ
Gen Z itu bukan anti aturanโฆ
cuma anti ribet tanpa alasan
