• Apa nama username Anda di Forum Inovasi Pendidik?

    31
    2 Votes
    31 Post
    614 Views
    A
    Ahmad Ringgit
  • Inovasi

    2
    -1 Votes
    2 Post
    38 Views
    ubahmindsetU
    @srikiobi ubahmindset
  • happy

    2
    0 Votes
    2 Post
    35 Views
    K
    @happy unik sekali namanya
  • Ada Apa Dengan TKA?

    66
    2 Votes
    66 Post
    2k Views
    fajarhardonoF
    @Admin-1 Saya sampai saat ini alhamdulillah sudah cukup paham dengan TKA. Sudah ada sosialisasi di tingkat KKG dan peserta didik saya juga sudah mulai belajar dalam persiapan TKA. Selain itu juga pernah mengikuti Try Out bekerja sama dengan Bimbel.
  • Admin 1

    2
    0 Votes
    2 Post
    37 Views
    W
    @happy Mantap.. Salam Kenal Admin.
  • wahyu43

    1
    0 Votes
    1 Post
    20 Views
    Belum ada orang yang menjawab
  • salam kenal dengan Ria Guru Ceria

    1
    0 Votes
    1 Post
    22 Views
    Belum ada orang yang menjawab
  • Username

    1
    0 Votes
    1 Post
    27 Views
    Belum ada orang yang menjawab
  • Srikiobi

    1
    0 Votes
    1 Post
    16 Views
    Belum ada orang yang menjawab
  • 2 Votes
    15 Post
    308 Views
    M
    @dekisugi berkata di Mendalam dalam Teori, Tenggelam dalam Administrasi. Gimana sih Pembelajaran Mendalam?: Bagaimana guru dapat menumbuhkan pembelajaran mendalam di tengah keterbatasan waktu dan sarana? Apa dukungan yang sebenarnya dibutuhkan guru agar mampu menjadi fasilitator pembelajaran yang bermakna? Bagaimana cara menumbuhkan motivasi belajar siswa agar mereka tidak hanya belajar untuk nilai, tetapi untuk makna dan kehidupan? Permasalahannya bukan pada waktu dan sarana, melainkan pada kreativitas. Guru yang kreatif, dapat memanfaatkan waktu dan sarana yang terbatas untuk mengelola pembelajaran sejalan dengan 3 prinsip pembelajaran mendalam: mindful, meaningful, dan joyful. Tugas fasilitator sebatas memfasilitasi, guru yang ideal harusnya menginspirasi. Di sinilah guru perlu ide-ide segar. Beban administratif guru harus dikurangi agar fokus pada pencarian dan pengembangan ide. Masalah motivasi siswa ini sangat kompleks karena variabelnya sangat banyak. Model pembelajaran berbasis masalah mungkin dapat diterapkan agar siswa memahami makna pengetahuan yang dia peroleh bagi kehidupan.
  • Apa Tujuan TKA?

    20
    2 Votes
    20 Post
    430 Views
    AwanPutihA
    @mint2025 berkata di Apa Tujuan TKA?: @AwanPutih berkata di Apa Tujuan TKA?: Jadi penasaran juga, kalau yang diuji cuma kognitif, siapa yang ‘mengangkat’ aspek sikap, motivasi, ketekunan, dll? Sekolahnya? Portofolionya? Atau asesmen lain? Karena kalau enggak, kesannya perjalanan belajar murid tuh cuma keliatan 30% dari keseluruhan, sisanya masih ‘invisible’. Menurut Sahabat Pendidik, seharusnya peran asesmen non-akademik ditempatkan di mana agar saling menguatkan hasil TKA? Pertanyaan yang sangat sulit. Saya nyerah kalau soal ini. Cuma setahu saya, rapor siswa memuat semua kemampuan, baik kognitif maupun nonkognitif. Rapor yang sekarang udah semacam portofolio. Di sana tertulis perkembangan siswa dari berbagai aspek seperti kemampuan akademik, sikap, dan keterampilan. Bener Pak @mint2025 , rapor sekarang udah mirip portofolio mini akademik + sikap + keterampilan semua masuk. Cuma tantangannya, yang paling ‘kelihatan’ ke publik tetap nilai TKA duluan Jadi kepikiran… gimana ya caranya biar aspek nonkognitif juga punya “panggung” yang sama kuatnya?
  • Literasi di Era Digital

    26
    1 Votes
    26 Post
    867 Views
    AwanPutihA
    @rose10 berkata di Literasi di Era Digital: @sippymatcha berkata di Literasi di Era Digital: Sebagai salah satu contoh generasi zzzz disini aku menyadari bahwa informasi datang secara cepat dan terkadang kita hanya fokus pada judul yang menarik dan sering kali lupa membaca detail beritanya seperti apa. Jujurly mudah tergoreng goreng dengan berita yang ada juga huhu Hehe, jujurly… pengakuan yang sangat relate banget Selamat ya, kesadaran seperti yang @sippymatcha tulis ini merupakan langkah pertama menuju literasi digital yang lebih matang. Saat kita mulai sadar bahwa “mudah tergoreng” itu tanda perlu lebih kritis, artinya proses belajar sedang berjalan. Mungkin yang perlu kita latih bersama adalah slow reading di dunia cepat membaca dengan pikiran terbuka, tapi juga dengan saringan kritis. Tantangan yang perlu kita jawab “Bagaimana cara menumbuhkan kebiasaan berpikir kritis di tengah budaya baca cepat dan headline yang menggoda?” HAHA iyaa kadang bukan kurang literasi, tapi kebanyakan kecepatan jempol Belom sempet mikir udah goreng duluan… headline lewat dikit langsung: “WOAAH BENER NIH??” padahal isinya beda jauh Btw bener juga ya Bu @rose10 , tantangannya bukan cuma ‘mau baca’, tapi mau pelan-pelan baca dengan otak nyala, bukan cuma mata scroll Soalnya kalo bacanya ngebut terus, yang kerja cuma jempol bukan otak Mungkin kita butuh “mode slow read” kayak slow-mo di kamera wkwk, biar informasinya nggak cuma numpang lewat, tapi beneran nyantol 🧠 Jadi penasaran juga nih... teman-teman biasanya punya trik apa biar gak gampang ‘kegoreng’ sama headline? ada yang ‘fact check dulu’ atau ‘tutup app → tarik napas → balik lagi’?
  • Substansi TKA

    10
    1 Votes
    10 Post
    238 Views
    AwanPutihA
    @BasokE berkata di Substansi TKA: @mint2025 berkata di Substansi TKA: Pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) untuk jenjang SMA tinggal menghitung hari. Dalam sisa waktu sesingkat ini, pertanyaan yang layak diajukan adalah: Apakah guru dan peserta didik telah memiliki pemahaman yang memadai mengenai substansi TKA? Fakta di lapangan jauh panggang dari api. Dari hasil pengamatan di lapangan, masih banyak guru belum memahami secara utuh hakikat TKA, terutama mengenai materi dan bentuk soal. Padahal, guru memiliki peran strategis dalam menuntun murid mempersiapkan diri secara tepat. Jika pemahaman guru mengenai TKA masih lemah, tentu akan berdampak pada kesiapan murid dalam menghadapi tes tersebut. Terbukti dari hasil tryout di beberapa daerah, raihan nilai yang diperoleh murid sangat rendah. Secara konseptual, TKA bukan sekadar ujian akademik biasa. Tes ini dirancang untuk mengukur kemampuan murid dalam berpikir kritis, logis, dan analitis berbasis mata pelajaran. TKA tidak menekankan pada penguasaan hafalan materi, tetapi pada kemampuan menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah. Sebetulnya, pemerintah telah menerbitkan regulasi berkaitan dengan TKA. Setidaknya ada 3 regulasi yang perlu dicermati oleh guru, yaitu: Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025 tentang Tes Kemampuan Akademik; Peraturan Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (Perkaban) Nomor 45 Tahun 2025 tentang Kerangka Asesmen TKA Jenjang SMA/MA/SMK/MAK; dan Peraturan Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (Perkaban) Nomor 47 Tahun 2025 tentang Kerangka Asesmen TKA Jenjang SD/MI dan SMP/MTs. Ketiga regulasi tersebut dapat diakses dengan mudah melalui laman resmi pemerintah atau situs terkait kebijakan pendidikan. Dokumen-dokumen tersebut memuat penjelasan komprehensif tentang dasar hukum, struktur asesmen, mata uji, kemampuan yang diukur, dan mekanisme pelaksanaan TKA. Dengan memahami regulasi tersebut, guru akan memperoleh landasan konseptual yang kuat untuk menyiapkan murid menghadapi TKA secara efektif. Pemahaman yang baik akan membantu guru dalam mengarahkan pembelajaran secara khusus untuk menghadapi TKA. Benar sekali, ketiga regulasi mengenai TKA harus dipahami oleh para guru dan juga kepala sekolah/madrasah. Upaya untuk memahamkan regulasi-regulasi tersebut perlu dilakukan secara masif oleh berbagai pihak. Sepakat banget Pak @BasokE . Tapi jujur sebagai generasi yang ‘jadi objek kebijakan’, kadang kami merasa regulasi itu hadirnya kayak announcement line official: datang, panjang, formal, terus hilang dari kepala dalam 3 menit Yang bikin tantangan tuh bukan cuma baca regulasinya, tapi ‘nyambungin’ apa maksudnya sama kehidupan nyata di kelas. Kalau cuma dipahami tingkat permukaan, ya akhirnya sekadar compliance, bukan benar-benar dipraktikkan. Mungkin ke depannya perlu cara penyampaian yang lebih down to earth, contoh-contoh yang real, dan ruang diskusi dua arah. Biar kami juga merasa “ikut punya peran”, bukan cuma “ikut aturan”. Soalnya kadang kami tuh pengin dilibatkan, bukan cuma diberitahu. Kalau regulasinya dijelaskan dengan contoh nyata, storytelling, dan dialog dua arah, rasanya lebih ‘nyangkut’. Biar kami ngerasa ini bagian dari perjalanan bareng, bukan hanya kewajiban formalitas. Karena pada akhirnya, yang akan jalanin di lapangan ya kami-kami juga kan